Jumat, 30 September 2011

six

Sekarang adalah hari Kamis. Ulangan bahasa Indonesia sudah berlalu hari Selasa kemarin. Tapi hari ini juga ada pelajaran bahasa Indonesia.
“Anak anak, nilai bahasa Indonesia belum keluar, karena ada dua anak yang belum ulangan, yaitu...”
Bu Ana, guru bahasa Indonesia melihat daftar nilai di arsipnya.
“Putra, ya. Sama Fadil, kemaren enggak masuk kan?”
Fadil yang bangkunya ada di seberang kanan Tara mengangguk. Begitu juga Putra.
“Oke, kalian siap ulangan?” tanya Bu Ana kepada Fadil dan Putra.
“Siap bu,”
“Meja kalian diputer dulu kebelakang,”
Setelah mendapat instruksi dari Bu Ana akhirnya Fadil dan Putra mengerjakan soal yang pastinya sulit banget itu. Tria senyam senyum merhatiin Putra.
Kelas ramai selama dua anak itu sedang susulan. Anak anak memang mendapatkan jam bebas karena Bu Ana sedang mengoreksi jawabannya yang belum kelar. Setelah limabelas menit, Putra maju dan menyerahkan jawabannya. Hah? Cepet banget, pikir Tara dan Tria.
Setelah bahasa Indonesia adalah makan siang. Bu Ana sudah selesai mengoreksi jawaban dan kertas berisi nilai masing masing anak diberikan pada Lia, ketua kelas. Anak anak merubung kertas itu. Tara kecewa. Nilainya tak sebagus yang dia kira. Karena menurutnya soal kemaren itu susah banget!
Saat dia melihat nama Putra, matanya terbelalak kaget. Putra dapat 88! Satu satunya anak laki laki yang nilainya berada diatas KKM.
Tara melongo sambil memperhatikan Putra untuk kesekian kalinya. Anak yang susulan, berada dikelas yang ramai, mengerjakan soal selama limabelas menit itu mendapat hasil yang bagus! Padahal dirinya, mengerjakan soal dikelas yang sepi karena semua anak sedang mengerjakan soal juga selama dua jam, hasilnya samasekali enggak memuaskan! Walaupun nilainya ngepas dengan KKM. Tapi, untuk kesekian kalinya, Tara dibuat spechless olehnya.
Tara menganggap ini biasa saja. Pantesan Tria naksir berat sama cowok simpel ini.
“Tara, gue jadi makin truly madly deeply fall in love sama dia kalo kayak gini!” Tria membisiki Tara.
Tara mengernyitkan kening. Dia, Amanda Daniatara, gak bakal mau kalah sama yang namanya cowok. Kalo cowoknya yang udah kacamata, pendiem, bawanya buku itu Tara udah maklum. Emang bawaannya pinter kan. Lha ini?? Pendiem sih, tapi cuek berat, gak keliatan kalo pinter. Udah gitu, ganteng lagi! Keren! Meskipun Putra gak terlalu populer kayak Satria, dia itu keren dan ganteng tau. Tara jadi makin penasaran sama makhluk yang satu ini.
Mata pelajaran pinter, olahraga jago, seni musik dan lukis bisa, tampang punya, badan proporsional...
Itu semakin membuat Tara ingin mengalahkan cowok ini. Ya, mulai saat ini, Putra adalah musuh yang harus dikalahkan!!

five

Olahraga, lagi. Sekarang hari Rabu. Jadwal sekolah ini samasekali aneh. Masak olahraga seminggu dua kali? Gak jelas banget.
Putra sudah sehat. Kata Ilham Putra kemaren kepalanya pusing. Jadinya gak masuk.
Voly lagi, voly lagi. Karena kemaren waktunya gak cukup, kelompok cowok belum penilaian. Anak perempuan disuruh Pak Pardi berlari memutari GOR Trilomba Juang satu putaran. Selesai berlari, anak perempuan lain berlari ke warung soto atau bubur kacang ijo atau bubur ayam sekedar untuk mengganjal perut. Tara yang membawa bekal dari rumah memilih untuk membeli segelas aqua dingin sambil duduk di rerumputan bersama Tria dan memperhatikan voly anak laki laki. Anak laki laki itu staminanya emang bagus ya. Satria, Aldo dan Faris dapat 78. Ilham, Yudis, Kevin, dan Rama dapat 79. Fahri, Naufal, Dean dan Fadil dapat 76. tuh kan. Keren banget.
Giliran terakhir adalah Putra. Karena dia berbaris di urutan belakang. Faris melemparkan servis ke Putra. Whuung.. bola melayang. Dan langsung dipukul keras oleh Putra. Duuk! Tinggi banget, jauh, setelah diukur sampe tiga meter jauhnya. Waw! Kayaknya tu bolanya jadi empuk, gitu. keren banget!!
Nilainya melejit, 79,5 (gak terlalu melejit sih) tapi pemegang nilai itu Cuma dia.
Tara yang kemaren gak bisa membalas servis dari Kevin, langsung netesin air mata. Sumpah, lebay memang, tapi Tara bener bener spechless. Keren banget!!!!! Ya ampuuun... dia itu laki laki yang biasa banget. Tapi gak tau, sekarang Tara jadi lebih sering ngawasin tu cowok.
“Tri, kayaknya elo gak salah milih cowok,” ujar Tara kepada Tria setelah jiwa nya balik lagi.
“Masak? Dia udah punya pacar belom ya? Gue tau adanya dia di sekolah ini aja baru pas tahun pelajaran ini. Haha.” Balas Tria.
“Gue mah, pas MOS pernah ngobrol. MOS-Matriks taun lalu kan gue sekelas sama dia,” kata Tara.
“Waaah.. dia enak diajak ngobrol gak, Tar? Orangnya kayak gimana? Asik? Seru? Bawel? Ngebetein?”
“Sumpah ya, gue kan Cuma pernah ngobrol sekali. Dan pas itu gue Cuma ngobrol sebentar, nanyain apakah dia kenal dengan tetangga gue yang satu sekolah sama dia dulu, jadi mana gue tau dia orangnya kayak gimana,”
“Yaah, tapi, kesan elo waktu ngobrol sama dia gimana? Kesan pertama pasti punya kan...”
Tara mengernyitkan kening. “Emm, orangnya keren sih, kalo diajak ngobrol nyambung. Ya semacamnyalah, tapi tenang aja, gue gak tertarik.”
“Hmm.. tipe gue banget! Gue gak mau sama cowok yang monoton,” ujar Tria sambil menyedot aquanya.
“Ya udah, pacarin tuh si Putra,”
“Maunya sih, gitu...”
“Gue gak mau ah, pacaran sama orang kayak gitu, apalagi kayaknya dia jadi orang nomer satu di daftar harus dikalahin gue,”
“Payah lo, Tar! Masak, gebetan sahabat sendiri dijadiin musuh, sih.”
“Hehe, udah ah, ke sekolah yok!”
“Ayo,”
Dua sahabat itu berangkulan dan berjalan beriringan. Tanpa sepengetahuan Tara, ada yang memperhatikan Tara.
Pelajaran terakhir adalah seni rupa dan lukis. Ada dua jam, jam pertama digunakan untuk seni lukis. Tara membatin, ‘akankah gue dibuat spechless dengan Bagus Saputra ini lagi? Apalagi yang mau dia lakuin?’
Seni lukis, anak anak disuruh untuk membuat lukisan yang menggunakan imajinasi. Tara gak bisa gambar. Jadi meskipun imajinasinya bagus, gambarnya samasekali gak keruan dan norak. Tara sampe menulis namanya dengan huruf yang sangat kecil agar orang orang gak tau itu adalah lukisan Tara.
Putra gak berulah. Tria asyik dengan lukisan kupu kupunya. Tara sudah selesai dengan lukisan noraknya. Lalu mengerjakan hal lain. Saat semua murid sedang serius didepan kertas gambarnya, Pak Mono, guru seni lukis menerima telpon. Pak Mono bangkit dari duduknya setelah memutuskan sambungan telponnya.
“Anak anak, sekarang saya harus segera ke Yayasan. Tara, nanti kumpulkan semua lukisan dan taruh di meja saya ya, maaf sekali lagi,”
Pak Mono berbicara sangat cepat. Beliau meraih sketch booknya dan pergi keluar kelas. Tara hanya mengangkat bahu, lalu kembali ke kegiatannya, mengerjakan Kumon.
Setengah jam kemudian, kertas kertas sudah berkumpul di Tara. Tara melihat hasil lukisan teman temannya satu persatu. Di lukisan Putra, wow, keren banget. Gambar seekor gajah bersama anaknya yang ditawan oleh puluhan prajurit berperisai. Biasa aja sih, tapi dari gambarnya kelihatan banget dia berselera yang setara dengan Picasso.
Saat seni musik, anak anak disuruh untuk mengaransemen lagu. Tara juga gak mudeng apapun tentang not not. Saat dia melihat ke Putra, Putra sedang mengajari Yudis mengaransemen lagu Padamu Negeri. Yang namanya mengajari, berarti dia sudah bisa dan paham, kan? Pinter banget sih tu anak!! Tara mulai berambisi, Putra adalah anak yang harus dia kalahkan. 

Rabu, 28 September 2011

four

Duh. Ntar UHT nih, mulai Selasa ini setiap mata pelajaran akan mengadakan ulangan. Terserah gurunya sih, mau ulangan apa kagak. Yang penting, Tara bener bener udah mempersiapkannya dengan baik. Nanti adalah ulangan Bahasa Indonesia.
Setelah bel berbunyi, Tria gelisah dan terus menerus membisiki kuping Tara yang duduk di sebelahnya. “Tar, Putra belum datang,”
“Tunggu aja, mungkin dia terlambat,” jawab Tara sekenanya. Dia bener bener gugup dengan ulangan pertama ini. Apalagi Satria udah merhatiin dia sejak dia masuk kelas tadi pagi. Apa karena begitu masuk kelas Tara hanya duduk sambil membuka buku bahasa Indonesia, bukan nggosip seperti Rahma ya?
Guru udah masuk. Bangku Putra tetep kosong. Tria gelisah sambil nggoyangin kakinya. Tapi tetep aja Putra gak dateng saat bel ngerjain soal bunyi. Dan gak dateng saat Tria ngumpulin jawaban hasil kerjaannya, dan gak tau betul atau salah. Soal ini sulit banget!
“Gimana Tri, susah gak soalnya?” tanya Gea.
“Banget! Gak tau nih gue dapet berapa,” jawab Tria.
“Kok gue sekarang jadi ngerasa bodo banget ya? Beneran deh, soal tadi sulit banget,” Sheila ikut nyerocos.
Tria sudah nggak ngedengerin perkataan sahabat sahabatnya. Pikirannya melayang jauh ke rumah Putra dan menanyakan alasan dia gak masuk.
“Olahraga cuy! Cepet ganti baju!” Tara menyadarkan Tria yang asik melamunkan Putra. Kayaknya, Tria bener bener naksir dengan Putra deh.
Olahraga kali ini adalah voly. Tara gak begitu bisa main voly. Pak Ratmin, guru olahraga mulai memberi perintah.
“Yang ikut ekstra voly siapa aja?”
Satria, Aldo, Kevin,dan Yudis mengacungkan jari. Kalo Putra masuk, dia pasti juga mengacungkan jari.
“Satria, Aldo sama Kevin yang melempar bola ya, Kevin melempar ke kelompok satu cewek, Aldo kelompok dua cewek, Satria melempar ke kelompok cowok,”
Kelompok satu cewek berbaris. Begitu juga kelompok dua dan kelompok cowok. Tara ada di kelompok satu. Bersama Vira, Sheila, Ayu, Tria dan Lia.
Kevin melempar bola. Tara samasekali gak bisa membalas servis dari Kevin. Sampe sampe Kevin kasian ngeliatnya.
Entah kenapa Kevin pindah ke kelompok cowok dan Satria ada di klompok satu cewek. Tara kaget. Hah? Kok tukeran sih.
“Tar, Satria tuh, ntar dia ngelempar ke elo,” kata Zahra.
“Apaan sih, Ra!”
Tara gugup. Kalo dia gak bisa gimana dong? Tangan kurusnya udah memerah.
Satria begitu sumringah saat Lia maju kedepan. Dengan pandangan menggoda, Satria melemparkan bola ke Lia. Tara mendengus sebal.
Saat gilirannya tiba, Tara bener bener gugup. Tapi, dari balik net Satria meyakinkan Tara lewat muka dan gerak bibirnya.
“Ayo, pasti bisa!” kira kira begitu maksud Satria. Tara tercengang. Apalagi saat Satria mengacungkan kepalannya, sambil ngomong “FIGHTING!”
Tara mulai percaya diri, dan servis pelan dari Satria dapat dibalasnya dengan bagus dan sempurna.
Wah!! “Ye! Elo bisa, Tar!” jerit Tria senang.
Tara masih spechless. Dia bisa, pasti karena Satria tadi kan?
Bener bener nggak terduga!
Satria berlari kearah Tara, “Kalo berusaha pasti bisa kan?” Tara Cuma mengangguk angguk dan berkata, “Thank you ya Sat!” Satria mengangguk dan kembali berkumpul dengan Dean dan Ilham. Tara membeli sebotol Pocari Sweat dingin. Lalu ngobrol ngobrol sebentar dengan Tria. Setelah kelompok dua cewek selesai penilaian, Satria berlari ke arah Tara, Ary dan Ayu yang sedang mencoba kacamata Tara.                      “Eh Ry, punya 500 gak? Gue mau beli aqua, haus,” kata Satria ngosngosan.
“Eh, gue gak bawa duit. Tara tuh,” kata Ary sambil menunjuk Tara.
“Tar, gue pinjem 500 dulu dong, entar di kelas gue balikin,”
“Ah, gak usah dibalikin, gopek doang kan. Nih,” sanggah Tara sambil mengacungkan koin 500 perak.
“Gak mau, pokoknya entar gue ganti! Thanks ya, Tar!” ucap Satria sambil berlari menuju bapak penjual minuman.
Di kelas, Tara yang sedang asyik membaca Conan nomor 62 di kagetkan dengan sosok tinggi yang menutupi sinar matahari. Ternyata Satria.
“Nih Tar, gantinya yang tadi,” ucapnya sambil memberikan selembar uang seribu.
“Hah? Gak usah diganti Sat, gak usaaaah,”
“Kalo elo gak mau nerima, elo bukan temen gue. Tarr.. plissss, terima,” mohon Satria.
Akhirnya Tara meraih uang dari tangan Satria.
“Nah gitu dong, hehe. Gue balik dulu ya, mau ke ruang OSIS.” Kata Satria sambil keluar dari kelas.
Uang dari Satria dilipat dengan hati hati, dan dimasukkan kedalan salah satu kantong di dompetnya. Uang ini gak bakal gue pake, ujar Tara dalam hati.

three

Setelah upacara, anak anak punya jam bebas selama limabelas menit sebelum pelajaran dimulai. Tara memanfaatkannya dengan duduk dan menghafal rumus rumus.
Tiga minggu di kelas C ini sudah berlalu. Kemajuan. Tara sempet ngobrol dengan Satria. Meskipun harus menahan dongkol saat si Lia sangat caper dengan Satria, atau menjaga marah saat Ary harus bercanda dengan Satria.
“Haha, kenapa lo? Cemburu ya?” kata Tria saat ngelihat Tara ngeremes remes lap kacamatanya dengan muka senep. Tara membetulkan letak kacamatanya dan tetap mengawasi Ary yang sedang ketawa tawa dengan Satria. Tria tertawa, karena dia tau Tara sedang belajar Fisika. Kenapa matanya malah kesana kemari sih?
“Ah, Ary tuh. Gue aja harus sabar untuk bisa ngobrol dengan Satria. dia? Kelihatannya enak banget,” kata Tara.
“Sabar sabar... eh gue mau cerita,” ujar Tria
“Apaan?”
“Pas Open House, mama gue sebelahan dengan mama Putra.”
Tara memutar bola matanya dan memasang muka bingung. Siapa ya, Putra? Oh iya. Anak yang tinggi dan sangat cuek, yang pernah ngobrol dengannya. Putra itu lumayan pendiem lho. Sampe sampe Tara lupa mana yang namanya Putra walaupun dia sekelas dengannya.
Kalo menurut Tara, ternyata Putra mirip banget dengan Ardian, mantan pacarnya. Mirippp banget. Dari struktur bodinya, muka, bahkan sifatnya juga. Tapi Putra matanya kayak orang ngantuk. Hmm. Agak berdebar Tara nginget mukanya Putra. Habis, mirip banget dengan cowok yang pertama kalinya bisa buat Tara berdebar berkali kali, yaitu Ardian.
“Ohh. Emangnya kenapa?”
Tria langsung sumringah. “Seneng banget gue!! Secara ini Putra. Gue kagum banget sama dia. Keren. Cool. ‘So Cool’, bukan ‘Sok Cool’ kayak Ilham. Eh, garis bawah. KAGUM. Terpesona. Bukan suka lho ya. Habis, setelah suka dengan Reza gue gak bisa suka lagi sama cowok,” kata Tria yang mukanya langsung serius.
Ooo. begitu tanggepan Tara dalam hati. Tara memang udah lumayan menganggap Putra masuk di daftar ‘cowok keren’nya sih. Tapi kalo Tria suka ya gakpapa kok. Tara kan gak suka, Cuma bilang keren aja.
“Kalo menurut gue sih... elo SUKA sama dia, bukan terpesona. Habis, biasanya elo Cuma bilang, “Eh, Faris keren yah,’ atau ‘si Irwan keren tuh kalo gitu,’ lha ini? Beda banget!” komentar Tara sambil menekuri rumus saku Fisikanya. Tara emang harus mulai rajin belajar sekarang. Setelah tau orang orang disini bener bener enggak main main.
“Eh, enggak ya, gue terpesona! Terpesona! Camkan itu. Samasekali gak suka, Taraaaaaaaaaa,”
Tara ngakak. Kalo kayak gitu, jelas banget lah Tria suka sama Putra. Hahaha... Tria emang payah soal boong.
“Ngaku ajalah Trii. Suka kan?”
Tria terdiam. Sambil nunjukin muka gelisah, dia berbisik. “Aah, iya deh, ngaku. Tapi, pliss jangan bilang siapa siapa ya??”
Tara tersenyum. “Iya sayangkuuuuuuu...”
Tara gak curiga. Sampe detik ini Tara tetep gak tau apayang akan terjadi. Dia menganggap semua baik baik saja. Yah. Memang sangat baik baik saja. Walaupun ada sedikit ruang di hati Tara yang tiba tiba menyempit. Nyesek, gitu. tapi ya gak kerasa sama Tara yang cuek dan E-GE-PE-an
Bel berbunyi. Setelah ini adalah pelajaran Fisika. Pak Rohim sudah masuk ke kelas dan memberikan catatan. Setelah itu mengajari murid kelas C ini rumus yang terkandung dalam materi kali ini. Setelah contoh contoh dan rumus diberikan, murid murid disuruh untuk mengerjakan latian.
Selama pelajaran, Putra hanya menaruh kepalanya di meja, seperti orang tidur. Kalo enggak, kepalanya disenderkan dikursi dan malah melihat keluar jendela. Mejanya bersih, nggak ada buku tulis, buku paket maupun bolpen. Bahkan dia samasekali enggak merhatiin pelajaran Pak Rohim.
Pak Rohim memberikan satu soal yang agak berbeda dari soal soal sebelumnya. Kali ini, salah satu murid yang bisa mengerjakan disuruh ngerjain di depan, di papan tulis. Tara, Rahma dan Nana berdiskusi dengan muka bingung. Ini gimanaaaa ini. Tria juga ikut ikutan. Sampe sampe Ayu yang pendiem juga ikut nyrocos. Jawabannya samasekali gak ketemu!
Soal ini dasarnya hampir sama dengan soal sebelumnya, tapi ada satu yang belum diketahui. Jadi agak rumit, gitu.
Tara melirik Satria yang duduk di sebelah Putra. Karena Putra nggak nyoba maupun ngerjain soal itu, Satria berdiskusi dengan Ilham. Karena terlalu lama dan tidak ada yang maju, Pak Rohim akhirnya membuka mulut.
“Oke, yang disebut namanya maju kedepannya, kerjakan soal. Salah nggak apa apa kok, yang penting mencoba,”
Tara sudah deg degkan. Dirinyakah...?
“Bagus Sapu...tra. silahkan maju,”
Tara mendesah lega dan langsung menoleh kearah Putra. Dia khawatir, bisa nggak ya Putra ngerjain soal itu?
Putra yang dipanggil, hanya diam sebentar, mengamati soal dipapan tulis, membuka buku paket yang dari tadi ada dilaci dan membacanya sekilas, lalu maju kedepan. Dia mengerjakan soal itu dengan mudahnya, dan ternyata, dengan menyelisihkan antara gesekan dan massa jawaban dari soal itu dapat ketemu. Tara membelalak kaget. Alah, kan belum tentu jawabannya betul.
“Yak. Jawabannya betul,”

---


HAAAH?? Tara melongo. Gimana bisa—
“TARAAAA! Sumpah keren banget tu anak!! Ampunn Tar!! Gimana bisa dia ngerti soal itu?”
Tara gak sempat nanggepin kalimat Tria. Dia hanya melongo sambil memandangi anak yang supersimpel itu. Dia, yang keren, cool, lumayan ganteng, samasekali gak nyatet dan gak buka buku pelajaran, samasekali gak merhatiin apa yang diomongin Pak Rohim, dengan gampangnya, dengan santainya, ngerjain soal yang Lia aja gak bisa. Dia siapa sih??
Spechless. Tara spechless. Pinter banget...

Selasa, 27 September 2011

two

Pagi ini, Tara bangun agak siang. Walaupun gak terlambat tapi nyampe di sekolahnya gak sepagi biasanya. Gak asik, deh. Yang namanya hari pertama taun ajaran baru itu paling gak enak kalo sesek sesekan ngeliat daftar kelas. Kalo berangkat pagi kan, bisa leluasa. Sambil ngeliat kelas laen juga bisa.
Waktu Tara turun dari mobil, dengan gak sengaja Satria juga turun dari mobil. Tara yang badannya pendek langkah kakinya gak sepanjang langkah kaki Satria yang tinggi menjulang. Setelah Tara nyampe di mading Satria sudah tau dimana kelasnya berada. Untuk memastikan kata Rahma Tara bener bener ngeliat daftar nama.
”YES! Gue kelas unggulan!” sorak Satria. Hah? Berarti, Tara sekelas dengan Satria dong? Halah, palingan gue enggak masuk unggulan. Orang gue kan gak pinter pinter banget, begitu pikir Tara. Tapi matanya terbelalak kaget ngeliat nama Amanda Daniatara ada di nomer absen ke 4 kelas C. Dirinya... akan bener bener sekelas dengan Satria?
Aiish, gak penting deh Satria! Dia melihat deretan huruf R. Rystria Hermawan ada disitu!! Aah! Tria sekelas dengan dia!
Wah, kelas ini bakal asik banget. Haha.
Saat naik di kelas, Tria belum datang. Tara duduk dengan Ary. Ary adalah sahabatnya juga, namanya Aryani Putri. Setelah menaruh tas dan duduk di kursinya, Ary membisiki Tara yang sedang membetulkan kucir rambut setengkuknya.
”Uhuy, yang sekelas dengan Satriaaaaaaa,” katanya.
”Alay, biasa aja ah. Oh iya, Lia masuk sini gak??” Tara yang betul betul lupa dengan keadaan Lia langsung melesat ke pintu kelas dimana daftar murid isi kelas itu ditempel. KARINA AMALIA. Gubrak. Hampir aja Tara jatoh. Aaah payah! Kenapa ada anak ini sih?
Gak urusan, ah! masuk kelas unggulan itu buatnya harus lebih rajin lagi. Gak mau ngurusin cowok. Lagian cowok cowok juga gak ad yang suka dengan Tara, tuh. Meskipun punya badan ramping dan muka yang manis, tapi belum ada yang tertarik dengan Tara. Tara gak mau ngurusin itu.
Anak laki laki dikelasnya mayoritas dari kelas A. Dan Tara gak begitu kenal dengan anak anak kelas A waktu tahun pelajaran sebelum ini. Di nomer enam, ada nama Bagus Saputra. Panggilannya Putra. Anak ini waktu MOS pas tahun lalu sempat ngobrol dengannya. Tapi dia gak begitu kenal dengan Putra. Anaknya lumayan keren sih, berarti dia pinter ya, bisa masuk sini. Tapi dia anaknya biasa banget lho. Kereenn.
Tria datang.
“TARAAA!! Gue sekelas sama eloo!!!” jerit Tria.
“Haha, gue tau laah. Tapi elo duduk sama Nana ya, gue duduknya sama Ary sih,” kata Tara.
“Okeoke. Semoga betah ya, Tar!” kata Tria.
“Aminn,” jawab Tara, sebelum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

one

Tar, elo masuk kelas unggulan! Sekelas sama gue^^

HAH?? Tau darimana tuh si Rahma? Begitu kesan pertama Tara setelah baca sms dari Rahma, temennya yang OSIS. Dengan penuh nafsu diketiknya balesan untuk Rahma.

Tau drmana lo?? Ash ngacooo, salah baca nama kali

Semenit kemudian hape Tara bergetar.

Sumpah, habis nge-mos-in anak baru gue liat daftarnya di mading. Elo ada, nomer absen elo 4. sumpah._.v

Hampir pingsan Tara setelah ngebacanya. Kenaikan kelas ini Tara emang harap harap cemas banget sama classmate barunya. Ada sedikit harapan bisa sekelas sama Satria taksirannya selama dua tahun. Tapi kalo si Satria tetep aja terpaku sama Lia, mendingan gak usah sekelas aja deh kalo gak mau si Lia jadi orang depresi gara gara kegalakan Tara.

Eh, elo masuk kelas apa? Kata rahma, gue masuk kelas c, unggulan, walikelasnya bu lisa. Elo udh dpt kabar belom?

Send. Tara harus mengkontak Tria. Sohibnya yang cucok banget dengan dirinya itu harus sekelas dengannya. Dulu Tara bersahabat baik dengan Rahma yang cantik, pinter dan suka berorganisasi. Namun dia sering banget di sms sama Tria, cewek yang waktu itu nutupin pandangan Tara yang berbadan lebih kecil dan pendek dari Tria ke papan tulis. Tara awalnya heran, tapi Tria orangnya asik dan gokil banget. Lama kelamaan Tara jadi bosen dengan Rahma yang monoton, selalu membahas tentang hal hal berbau populer dan pacar pacaran. Tara emang belum tertarik untuk pacaran sih, meskipun dia punya orang yang disukai. Akhirnya Rahma menjauh dan bergabung dengan kumpulan yang lebih cocok dengan dirinya dan Tara bersahabat dengan Tria. Meskipun gitu, Tara yang orangnya supel itu tetep menjalin hubungan baik dengan Rahma.
Sekitar tiga menit, hape Tara bergetar dan nama Tria termampang dilayar.

Hah?? Aduuh, gue masuk kelas apa nih? Deg degan banget! Btw elo rank 8 kan? Gue brusan tanya sama Zahra. kata dia, dia juga masuk kelas c. Bareng dengan nana, vira, ary dan lidia. Coba deh, nana rank 1, rahma rank 2, vira rank 3, zahra rank 5, ary rank 6 dan lidia rank 9. aduuuh, gue masuk enggak yaa?

Tara menenangkan Tria.

Tnang aj deh, elo kan rank 4. pasti masuk deh. Otak gue kan paspasan! Kata rahma juga, kelas c yang cewe mayoritas dari kelas kita yg dulu kok.


Balasan Tria :
Hmm.. iya deh. Gue doain ada satria, tanpa lia deh! Walopun mustahil krn lia rank 1 paralel, tetep gue doain! Degdegan gue, besok udah masuk. Bobok dulu yawww

Tara senyam senyum membaca sms Tria yang ini. Tuh, kan. Emang bener si Tria itu cocok banget dengan Tara.