Rabu, 28 September 2011

three

Setelah upacara, anak anak punya jam bebas selama limabelas menit sebelum pelajaran dimulai. Tara memanfaatkannya dengan duduk dan menghafal rumus rumus.
Tiga minggu di kelas C ini sudah berlalu. Kemajuan. Tara sempet ngobrol dengan Satria. Meskipun harus menahan dongkol saat si Lia sangat caper dengan Satria, atau menjaga marah saat Ary harus bercanda dengan Satria.
“Haha, kenapa lo? Cemburu ya?” kata Tria saat ngelihat Tara ngeremes remes lap kacamatanya dengan muka senep. Tara membetulkan letak kacamatanya dan tetap mengawasi Ary yang sedang ketawa tawa dengan Satria. Tria tertawa, karena dia tau Tara sedang belajar Fisika. Kenapa matanya malah kesana kemari sih?
“Ah, Ary tuh. Gue aja harus sabar untuk bisa ngobrol dengan Satria. dia? Kelihatannya enak banget,” kata Tara.
“Sabar sabar... eh gue mau cerita,” ujar Tria
“Apaan?”
“Pas Open House, mama gue sebelahan dengan mama Putra.”
Tara memutar bola matanya dan memasang muka bingung. Siapa ya, Putra? Oh iya. Anak yang tinggi dan sangat cuek, yang pernah ngobrol dengannya. Putra itu lumayan pendiem lho. Sampe sampe Tara lupa mana yang namanya Putra walaupun dia sekelas dengannya.
Kalo menurut Tara, ternyata Putra mirip banget dengan Ardian, mantan pacarnya. Mirippp banget. Dari struktur bodinya, muka, bahkan sifatnya juga. Tapi Putra matanya kayak orang ngantuk. Hmm. Agak berdebar Tara nginget mukanya Putra. Habis, mirip banget dengan cowok yang pertama kalinya bisa buat Tara berdebar berkali kali, yaitu Ardian.
“Ohh. Emangnya kenapa?”
Tria langsung sumringah. “Seneng banget gue!! Secara ini Putra. Gue kagum banget sama dia. Keren. Cool. ‘So Cool’, bukan ‘Sok Cool’ kayak Ilham. Eh, garis bawah. KAGUM. Terpesona. Bukan suka lho ya. Habis, setelah suka dengan Reza gue gak bisa suka lagi sama cowok,” kata Tria yang mukanya langsung serius.
Ooo. begitu tanggepan Tara dalam hati. Tara memang udah lumayan menganggap Putra masuk di daftar ‘cowok keren’nya sih. Tapi kalo Tria suka ya gakpapa kok. Tara kan gak suka, Cuma bilang keren aja.
“Kalo menurut gue sih... elo SUKA sama dia, bukan terpesona. Habis, biasanya elo Cuma bilang, “Eh, Faris keren yah,’ atau ‘si Irwan keren tuh kalo gitu,’ lha ini? Beda banget!” komentar Tara sambil menekuri rumus saku Fisikanya. Tara emang harus mulai rajin belajar sekarang. Setelah tau orang orang disini bener bener enggak main main.
“Eh, enggak ya, gue terpesona! Terpesona! Camkan itu. Samasekali gak suka, Taraaaaaaaaaa,”
Tara ngakak. Kalo kayak gitu, jelas banget lah Tria suka sama Putra. Hahaha... Tria emang payah soal boong.
“Ngaku ajalah Trii. Suka kan?”
Tria terdiam. Sambil nunjukin muka gelisah, dia berbisik. “Aah, iya deh, ngaku. Tapi, pliss jangan bilang siapa siapa ya??”
Tara tersenyum. “Iya sayangkuuuuuuu...”
Tara gak curiga. Sampe detik ini Tara tetep gak tau apayang akan terjadi. Dia menganggap semua baik baik saja. Yah. Memang sangat baik baik saja. Walaupun ada sedikit ruang di hati Tara yang tiba tiba menyempit. Nyesek, gitu. tapi ya gak kerasa sama Tara yang cuek dan E-GE-PE-an
Bel berbunyi. Setelah ini adalah pelajaran Fisika. Pak Rohim sudah masuk ke kelas dan memberikan catatan. Setelah itu mengajari murid kelas C ini rumus yang terkandung dalam materi kali ini. Setelah contoh contoh dan rumus diberikan, murid murid disuruh untuk mengerjakan latian.
Selama pelajaran, Putra hanya menaruh kepalanya di meja, seperti orang tidur. Kalo enggak, kepalanya disenderkan dikursi dan malah melihat keluar jendela. Mejanya bersih, nggak ada buku tulis, buku paket maupun bolpen. Bahkan dia samasekali enggak merhatiin pelajaran Pak Rohim.
Pak Rohim memberikan satu soal yang agak berbeda dari soal soal sebelumnya. Kali ini, salah satu murid yang bisa mengerjakan disuruh ngerjain di depan, di papan tulis. Tara, Rahma dan Nana berdiskusi dengan muka bingung. Ini gimanaaaa ini. Tria juga ikut ikutan. Sampe sampe Ayu yang pendiem juga ikut nyrocos. Jawabannya samasekali gak ketemu!
Soal ini dasarnya hampir sama dengan soal sebelumnya, tapi ada satu yang belum diketahui. Jadi agak rumit, gitu.
Tara melirik Satria yang duduk di sebelah Putra. Karena Putra nggak nyoba maupun ngerjain soal itu, Satria berdiskusi dengan Ilham. Karena terlalu lama dan tidak ada yang maju, Pak Rohim akhirnya membuka mulut.
“Oke, yang disebut namanya maju kedepannya, kerjakan soal. Salah nggak apa apa kok, yang penting mencoba,”
Tara sudah deg degkan. Dirinyakah...?
“Bagus Sapu...tra. silahkan maju,”
Tara mendesah lega dan langsung menoleh kearah Putra. Dia khawatir, bisa nggak ya Putra ngerjain soal itu?
Putra yang dipanggil, hanya diam sebentar, mengamati soal dipapan tulis, membuka buku paket yang dari tadi ada dilaci dan membacanya sekilas, lalu maju kedepan. Dia mengerjakan soal itu dengan mudahnya, dan ternyata, dengan menyelisihkan antara gesekan dan massa jawaban dari soal itu dapat ketemu. Tara membelalak kaget. Alah, kan belum tentu jawabannya betul.
“Yak. Jawabannya betul,”

---


HAAAH?? Tara melongo. Gimana bisa—
“TARAAAA! Sumpah keren banget tu anak!! Ampunn Tar!! Gimana bisa dia ngerti soal itu?”
Tara gak sempat nanggepin kalimat Tria. Dia hanya melongo sambil memandangi anak yang supersimpel itu. Dia, yang keren, cool, lumayan ganteng, samasekali gak nyatet dan gak buka buku pelajaran, samasekali gak merhatiin apa yang diomongin Pak Rohim, dengan gampangnya, dengan santainya, ngerjain soal yang Lia aja gak bisa. Dia siapa sih??
Spechless. Tara spechless. Pinter banget...

0 komentar:

Posting Komentar